Langsung ke konten utama

Menjadi FOMO Sangat Berbahaya dalam Investasi Saham

Dalam dunia investasi, khususnya saham, salah satu kesalahan umum yang sering dilakukan oleh investor pemula, bahkan yang sudah berpengalaman sekalipun, adalah menjadi korban FOMO. Istilah FOMO, singkatan dari Fear of Missing Out, menggambarkan rasa takut seseorang akan kehilangan kesempatan besar yang sedang ramai dibicarakan. Perasaan ini bisa sangat kuat, terutama ketika media sosial, forum investasi, atau bahkan obrolan antar teman dipenuhi dengan cerita-cerita sukses dari orang-orang yang mendapatkan keuntungan besar dalam waktu singkat. Namun, menjadi FOMO dalam investasi saham bukan hanya tidak bijak, tetapi juga sangat berbahaya.

FOMO Investasi (Fear of Missing Out)

Apa Itu FOMO dalam Investasi Saham?

FOMO dalam investasi terjadi ketika seseorang membeli saham bukan karena telah melakukan analisis yang matang, tetapi karena melihat banyak orang lain membeli saham tersebut dan tidak ingin “ketinggalan kereta.” Biasanya, saham yang menjadi sasaran FOMO adalah saham yang sedang mengalami kenaikan harga drastis dalam waktu singkat, atau saham yang sedang ramai diperbincangkan di media sosial, grup diskusi, atau berita keuangan.

Contohnya, saat saham perusahaan tertentu tiba-tiba naik 50% dalam seminggu karena kabar tertentu, banyak investor yang tergiur untuk ikut membeli dengan harapan harga akan terus naik. Padahal, kenaikan tersebut bisa jadi hanya sementara atau tidak didukung oleh fundamental yang kuat. Ketika euforia mereda, harga saham bisa turun drastis, dan investor yang telanjur membeli di harga tinggi akan merugi.

Baca Juga: Keuntungan Investasi Saham Dibandingkan Investasi Lainnya

Mengapa FOMO Sangat Berbahaya?

1. Tidak Berdasarkan Analisis Rasional

FOMO mendorong keputusan investasi berdasarkan emosi, bukan analisis rasional. Padahal, dunia saham sangat kompleks dan memerlukan pemahaman mendalam tentang fundamental perusahaan, kondisi pasar, dan tren ekonomi global. Membeli saham hanya karena “takut ketinggalan” adalah seperti berjudi, tanpa dasar kuat, kemungkinan rugi jauh lebih besar.

2. Masuk di Harga Puncak

Saat kamu membeli saham karena FOMO, besar kemungkinan kamu membelinya saat harga sudah tinggi. Mengapa? Karena euforia sudah menyebar luas, dan kamu baru tahu informasi tersebut ketika sudah terlambat. Akibatnya, ketika harga mulai turun, kamu akan panik dan menjual di harga bawah. Ini adalah skenario klasik beli di pucuk, jual di dasar.

3. Mengabaikan Manajemen Risiko

Investor FOMO cenderung melupakan pentingnya manajemen risiko. Mereka masuk ke saham dengan seluruh dana atau melebihi batas risiko yang sehat. Tidak ada diversifikasi, tidak ada cut loss plan, hanya harapan bahwa harga akan terus naik. Ini membuat portofolio sangat rentan terhadap kerugian besar.

4. Kecanduan Trading Instan

FOMO bisa memicu adrenalin dan membuat seseorang kecanduan mengejar saham-saham “panas” demi keuntungan cepat. Ini bisa mengubah gaya investasi menjadi spekulatif, di mana keputusan diambil secara impulsif tanpa strategi jangka panjang. Lama kelamaan, ini bisa merusak mentalitas dan menggerus kekayaan.

5. Mudah Tertipu Pom-Pom Saham

Fenomena “pom-pom saham” atau ajakan membeli saham oleh influencer, selebgram, atau figur publik juga berperan besar dalam menciptakan FOMO. Banyak dari mereka yang tidak memiliki latar belakang keuangan yang kuat, tetapi memberikan rekomendasi seolah-olah itu peluang emas. Tanpa disadari, investor FOMO menjadi korban skema "pump and dump," di mana harga saham sengaja dinaikkan untuk kemudian dijual oleh pihak tertentu yang sudah masuk duluan.

Contoh Nyata Kasus FOMO

Kasus FOMO terbesar dalam beberapa tahun terakhir bisa dilihat pada saham-saham meme seperti GameStop (GME) atau AMC di Amerika Serikat. Banyak investor ritel tergiur membeli karena hype besar dari forum seperti Reddit. Beberapa memang untung besar, tetapi jauh lebih banyak yang masuk terlambat dan mengalami kerugian besar saat harga saham kembali ke level normal.

Di Indonesia sendiri, saham-saham yang sempat viral seperti BUKA (Bukalapak) saat IPO juga menunjukkan bagaimana euforia awal bisa menyesatkan. Banyak investor yang membeli karena takut tertinggal, tanpa mempertimbangkan valuasi dan prospek jangka panjang perusahaan. Akibatnya, ketika harga turun, mereka panik dan akhirnya cut loss.

Bagaimana Menghindari FOMO dalam Investasi Saham?

1. Tetapkan Tujuan Investasi

Pahami tujuanmu dalam berinvestasi: apakah untuk jangka panjang, menabung pensiun, atau mencari penghasilan pasif? Dengan tujuan yang jelas, kamu tidak akan mudah terpengaruh oleh tren jangka pendek yang menyesatkan.

2. Miliki Rencana dan Strategi

Tentukan strategi investasi yang sesuai dengan profil risiko dan tujuan finansialmu. Apakah kamu tipe investor value, growth, atau dividend seeker? Punya strategi akan membuatmu lebih disiplin dan tidak mudah tergoda ikut-ikutan.

3. Lakukan Analisis Sendiri

Sebelum membeli saham apa pun, pelajari laporan keuangannya, analisis teknikal jika perlu, serta kondisi makroekonomi yang mempengaruhinya. Jangan percaya begitu saja pada rekomendasi orang lain, terutama yang tidak punya rekam jejak jelas.

4. Praktikkan Manajemen Risiko

Selalu tentukan batas risiko dalam setiap transaksi. Misalnya, hanya alokasikan 5–10% dari portofolio untuk saham yang berisiko tinggi, dan selalu gunakan cut loss untuk menghindari kerugian lebih besar.

5. Tahan Diri dari Godaan Media Sosial

Media sosial bisa menjadi tempat yang penuh noise. Banyak informasi di sana bukan berasal dari analis profesional, tetapi dari orang-orang yang hanya membagikan pengalaman pribadi. Gunakan media sosial sebagai referensi tambahan, bukan sebagai sumber utama keputusan.

6. Belajar dari Kesalahan

Jika kamu pernah menjadi korban FOMO, jangan terlalu menyalahkan diri sendiri. Jadikan itu pelajaran berharga. Setiap investor pernah membuat kesalahan, yang penting adalah bagaimana kamu belajar dan memperbaiki strategi ke depan.

Baca Juga: Pentingnya Rebalance Pada Portofolio Saham Anda

Kesimpulan

Menjadi FOMO dalam investasi saham memang terasa menggoda, apalagi ketika melihat orang lain meraup untung besar dalam waktu singkat. Namun, di balik kisah sukses yang viral, ada ribuan kisah kerugian yang tidak dipublikasikan. Investasi bukan tentang cepat-cepat kaya, tetapi tentang membangun kekayaan secara konsisten dan terukur.

Emosi seperti FOMO adalah musuh terbesar investor. Untuk menjadi investor yang sukses, kamu harus mampu mengendalikan emosi, berpikir rasional, dan berpegang pada strategi yang matang. Jangan biarkan rasa takut ketinggalan membuatmu mengabaikan prinsip-prinsip dasar investasi. Ingatlah, dalam dunia saham, yang sabar dan bijaklah yang akan menang dalam jangka panjang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bila Kamu Berinvestasi Rp 10 Juta di Saham Bank BCA (BBCA) 10 Tahun yang Lalu

Investasi saham telah menjadi salah satu cara populer untuk membangun kekayaan jangka panjang. Salah satu saham yang kerap menjadi pilihan investor di Indonesia adalah saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA). Bank BCA dikenal sebagai bank terbesar di Indonesia berdasarkan kapitalisasi pasar, dengan performa saham yang luar biasa dalam jangka panjang. Lantas, bagaimana jika kamu telah berinvestasi sebesar Rp 10 juta di saham BBCA sepuluh tahun yang lalu? Artikel ini akan membahas perjalanan harga saham BBCA selama satu dekade terakhir dan bagaimana nilai investasi tersebut berkembang.

Bagaimana Inflasi Mengikis Keuangan Kita

Inflasi adalah fenomena ekonomi yang tak asing lagi bagi kita. Dalam istilah sederhana, inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa secara umum dalam suatu periode waktu tertentu. Meski terlihat sederhana, dampaknya terhadap keuangan pribadi bisa sangat signifikan. Artikel ini akan membahas bagaimana inflasi mengikis daya beli kita, memengaruhi tabungan, dan langkah-langkah untuk melindungi diri dari dampaknya.

Solusi Sinergi Digital (WIFI) Bertumbuh Bagus dan Undervalue (Laporan Q3 2024)

PT Solusi Sinergi Digital Tbk, atau yang lebih dikenal dengan kode saham WIFI, telah menjadi sorotan di pasar modal Indonesia. Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang digital dan teknologi, WIFI menunjukkan pertumbuhan yang signifikan dalam beberapa aspek fundamental. Artikel ini membahas profil perusahaan, kinerja keuangan, valuasi saham, potensi pertumbuhan, serta risiko yang harus diperhatikan.