Dalam dunia investasi, salah satu keputusan terpenting yang harus diambil investor adalah bagaimana membangun portofolio yang optimal. Salah satu pendekatan yang sering menjadi perdebatan adalah antara konsentrasi dan diversifikasi. Konsentrasi saham, yakni menempatkan sebagian besar dana investasi pada satu atau beberapa saham saja, seringkali terdengar menarik, apalagi jika kita yakin pada prospek perusahaan yang dipilih. Namun, di balik potensi keuntungan besar, tersembunyi pula risiko yang signifikan.
Apa Itu Konsentrasi Saham?
Konsentrasi saham terjadi ketika
seorang investor menempatkan proporsi besar dari total investasinya pada satu
atau beberapa emiten saja. Misalnya, jika dari total portofolio senilai Rp100
juta, seorang investor menempatkan Rp70 juta pada satu saham seperti PT Bank
Jago Tbk (ARTO), maka itu disebut sebagai portofolio yang terkonsentrasi.
Sebaliknya, portofolio yang
terdiversifikasi akan menyebar dana investasi ke banyak saham dari berbagai
sektor atau instrumen lainnya seperti obligasi dan reksa dana.
Baca Juga: Cara Mendapatkan Pendapatan Pasif dari Dividen
Mengapa Konsentrasi Saham
Terdengar Menarik?
1. Potensi Keuntungan Tinggi
Jika investor memilih saham yang
berkinerja sangat baik, konsentrasi bisa menghasilkan keuntungan luar biasa.
Banyak kisah sukses investor legendaris yang menginspirasi pendekatan ini.
Warren Buffett, misalnya, pernah mengatakan bahwa “diversification is
protection against ignorance,” dan bahwa investor yang tahu apa yang dia
lakukan bisa sukses dengan portofolio yang lebih terkonsentrasi.
Jika Anda menaruh 80% dana di
saham yang naik 200% dalam setahun, maka imbal hasil portofolio akan jauh lebih
tinggi dibanding jika saham tersebut hanya menjadi 5% dari portofolio yang
tersebar ke 20 saham lain.
2. Fokus dan Pemahaman
Mendalam
Dengan hanya memiliki sedikit
saham, investor bisa lebih fokus dalam mempelajari dan memantau kinerja
perusahaan-perusahaan tersebut. Mereka dapat lebih memahami fundamental,
perkembangan industri, dan risiko yang dihadapi emiten.
3. Efisiensi Biaya dan Waktu
Memantau 3–5 saham jauh lebih
mudah daripada memantau 20 saham. Konsentrasi juga dapat mengurangi biaya
transaksi yang timbul dari terlalu sering melakukan diversifikasi atau
rebalancing.
Di Mana Letak Bahayanya?
Meskipun konsentrasi bisa
memberikan keuntungan besar, pendekatan ini juga membawa risiko yang tidak bisa
dianggap remeh. Berikut beberapa alasannya:
1. Risiko Spesifik
(Unsystematic Risk)
Setiap perusahaan memiliki risiko
tersendiri yang bisa berdampak negatif pada nilai sahamnya. Risiko ini bisa
datang dari kinerja buruk manajemen, skandal, perubahan regulasi, atau gangguan
di industri terkait.
Dalam portofolio yang
terkonsentrasi, jika satu perusahaan terkena masalah besar, dampaknya terhadap
total portofolio akan jauh lebih besar dibanding portofolio yang
terdiversifikasi. Contohnya, banyak investor yang terlalu percaya diri dengan
saham teknologi saat pandemi, namun mengalami kerugian besar ketika saham-saham
tersebut terkoreksi tajam di tahun-tahun berikutnya.
2. Overconfidence Bias
Konsentrasi saham sering kali
didorong oleh rasa percaya diri berlebih terhadap kemampuan analisis atau
intuisi. Sayangnya, kepercayaan yang berlebihan ini bisa menutup mata investor
terhadap sinyal-sinyal bahaya atau perubahan kondisi pasar. Overconfidence bisa
menyebabkan keputusan investasi yang tidak rasional.
3. Sulit Beradaptasi dengan
Perubahan
Saham yang dahulu memiliki
prospek cerah bisa saja mengalami penurunan daya saing karena inovasi dari
kompetitor atau disrupsi teknologi. Investor yang terlalu terkonsentrasi akan
kesulitan melakukan manuver cepat jika kondisi fundamental berubah drastis.
4. Volatilitas yang Lebih
Tinggi
Portofolio yang terkonsentrasi
umumnya lebih fluktuatif. Pergerakan harga saham yang besar bisa menyebabkan
nilai portofolio naik atau turun secara ekstrem. Untuk investor yang tidak
memiliki toleransi risiko tinggi, ini bisa menyebabkan tekanan psikologis dan
keputusan panik.
Studi Kasus: Pelajaran dari
Masa Lalu
Banyak contoh nyata yang
menunjukkan bagaimana konsentrasi dapat menjadi pedang bermata dua.
Kasus Enron (2001)
Enron pernah menjadi salah satu
perusahaan terbesar di Amerika Serikat. Banyak karyawan dan investor menaruh
seluruh dana pensiun dan investasi mereka di saham Enron. Ketika skandal
akuntansi terungkap, saham Enron runtuh dan nilai investasi mereka lenyap. Ini
adalah contoh tragis dari kepercayaan berlebih terhadap satu entitas.
Saham GOTO dan ARTO di
Indonesia
Di pasar saham Indonesia, banyak
investor ritel sempat memusatkan portofolio mereka ke saham teknologi seperti
GOTO atau ARTO karena hype luar biasa pada 2021–2022. Ketika valuasi turun
signifikan, banyak portofolio mengalami koreksi tajam. Investor yang hanya
memiliki saham-saham tersebut di portofolionya mengalami kerugian yang cukup
besar.
Solusi: Menemukan Titik
Keseimbangan
Alih-alih memilih antara dua
ekstrem, portofolio yang terlalu terkonsentrasi atau terlalu tersebar, investor
sebaiknya mencari titik keseimbangan berdasarkan:
1. Toleransi Risiko
Jika Anda seorang investor
agresif dan memahami betul saham yang Anda beli, konsentrasi bisa menjadi
pilihan. Namun, untuk investor konservatif, diversifikasi tetap menjadi
pendekatan yang lebih aman.
2. Pengetahuan dan Riset
Konsentrasi hanya bisa dilakukan
dengan risiko minimal jika didasari oleh riset mendalam. Tanpa pemahaman
fundamental dan teknikal yang kuat, konsentrasi justru akan menjadi perjudian.
3. Diversifikasi yang
Terkelola
Diversifikasi bukan berarti harus
memiliki 30 saham. Memiliki 6–10 saham dari berbagai sektor dengan fundamental
kuat sudah cukup untuk menyebarkan risiko sambil menjaga potensi imbal hasil.
4. Rebalancing Berkala
Evaluasi dan atur kembali bobot
portofolio secara berkala. Jika satu saham tumbuh menjadi 70% dari total nilai
portofolio karena kenaikan harga, pertimbangkan untuk menjual sebagian dan
mengalihkan ke saham atau instrumen lain untuk menyeimbangkan risiko.
Baca Juga: Jangan Jatuh Cinta pada Saham Anda
Kesimpulan
Konsentrasi saham di portofolio
bisa menjadi strategi yang menguntungkan, terutama jika investor memiliki
keyakinan dan pengetahuan yang kuat terhadap perusahaan yang dipilih. Namun,
pendekatan ini juga membawa risiko yang besar, terutama jika dilakukan tanpa
riset yang memadai atau terlalu dipengaruhi emosi.
Seperti pepatah lama yang berbunyi, "jangan menaruh semua telur dalam satu keranjang", pepatah ini masih relevan hingga hari ini. Bukan berarti kita harus memiliki puluhan saham sekaligus, tetapi penting untuk menyadari bahwa keseimbangan antara fokus dan penyebaran risiko adalah kunci dalam membangun portofolio yang sehat dan berkelanjutan.
Komentar
Posting Komentar