Investasi saham menjadi salah
satu instrumen favorit bagi banyak investor yang ingin mengembangkan kekayaan
mereka. Dengan potensi keuntungan yang besar, saham memang menawarkan daya
tarik tersendiri dibandingkan instrumen investasi lainnya. Namun, dalam
praktiknya, banyak investor tergoda untuk memperbesar potensi keuntungan mereka
dengan menggunakan fasilitas margin yang disediakan oleh broker. Meski tampak
menguntungkan, penggunaan margin dalam investasi saham menyimpan risiko besar
yang bisa berakibat fatal. Artikel ini akan membahas mengapa investor sebaiknya
menghindari penggunaan margin dalam berinvestasi saham.
Apa Itu Margin?
Margin adalah pinjaman yang
diberikan oleh perusahaan sekuritas kepada investor untuk membeli saham. Dengan
kata lain, investor bisa membeli saham lebih banyak dari jumlah dana yang
mereka miliki di akun investasi mereka. Misalnya, jika seorang investor memiliki
dana Rp100 juta, dan broker memberikan fasilitas margin 1:1, maka investor bisa
membeli saham senilai Rp200 juta—Rp100 juta dari uang sendiri dan Rp100 juta
dari pinjaman.
Baca Juga: Berinvestasi di Saham Teknologi Menjadi Sangat Menarik Pada Saat Ini
Mengapa Margin Terlihat
Menggiurkan?
Margin terlihat menggiurkan
karena dapat meningkatkan potensi keuntungan. Misalnya, jika seorang investor
membeli saham senilai Rp200 juta menggunakan margin dan saham tersebut naik
10%, maka keuntungan totalnya adalah Rp20 juta. Padahal, modal pribadi yang
dikeluarkan hanya Rp100 juta. Ini berarti return-nya mencapai 20% dari modal
sendiri, dua kali lipat dari kenaikan saham.
Namun, keuntungan yang berlipat
ini datang dengan risiko yang juga berlipat ganda. Banyak investor pemula
terbuai oleh potensi keuntungan tanpa memahami sepenuhnya konsekuensi jika
pasar bergerak ke arah yang berlawanan.
Risiko Penggunaan Margin
1. Kerugian Ganda
Jika harga saham yang dibeli
menggunakan margin turun, maka kerugian juga menjadi lebih besar. Menggunakan
contoh sebelumnya, jika saham turun 10%, maka investor kehilangan Rp20 juta.
Karena hanya memiliki Rp100 juta sebagai modal pribadi, kerugian ini berarti
20% dari modal. Jika saham turun lebih dalam, bisa-bisa seluruh modal pribadi
lenyap.
2. Margin Call
Salah satu risiko terbesar dalam
menggunakan margin adalah margin call. Margin call terjadi ketika nilai
portofolio jatuh di bawah batas minimum yang disyaratkan broker. Dalam kondisi
ini, investor diwajibkan menambahkan dana ke akun mereka atau menjual sebagian
aset untuk memenuhi rasio margin. Jika investor tidak mampu menambah dana,
broker akan menjual saham mereka secara otomatis. Penjualan paksa ini biasanya
dilakukan pada kondisi pasar yang sedang turun, sehingga investor akan menjual
saham dalam keadaan rugi.
3. Beban Bunga
Pinjaman margin bukanlah uang
gratis. Investor harus membayar bunga atas jumlah yang dipinjam. Bunga margin
bisa cukup tinggi tergantung pada kebijakan masing-masing broker. Beban bunga
ini akan terus berjalan selama utang margin belum dilunasi, dan akan memotong
keuntungan bahkan bisa memperbesar kerugian.
4. Tekanan Psikologis
Menggunakan margin berarti
berinvestasi dengan utang. Hal ini bisa menimbulkan tekanan psikologis yang
signifikan bagi investor. Rasa takut kehilangan uang pinjaman bisa mendorong
investor membuat keputusan terburu-buru dan emosional, seperti menjual saham
ketika harganya sedang turun, padahal mungkin hanya koreksi sementara.
Studi Kasus: Kerugian Besar
Akibat Margin
Terdapat banyak contoh nyata di
pasar saham di mana investor mengalami kerugian besar karena menggunakan
margin. Salah satu kasus yang paling mencolok adalah ketika pasar saham
mengalami koreksi tajam, seperti pada saat pandemi COVID-19 merebak awal tahun
2020. Banyak investor yang menggunakan margin mengalami margin call
besar-besaran, dan terpaksa menjual saham mereka di harga terendah. Dalam
beberapa kasus ekstrem, investor bahkan kehilangan seluruh dana mereka karena
tidak mampu menutup kerugian.
Margin vs Investasi Jangka
Panjang
Investor jangka panjang yang
mengandalkan analisis fundamental biasanya membeli saham dengan tujuan disimpan
dalam jangka waktu lama. Strategi ini sangat bertentangan dengan penggunaan
margin, yang idealnya hanya digunakan dalam jangka pendek karena adanya bunga
dan risiko fluktuasi pasar.
Dengan margin, investor tidak
memiliki keleluasaan waktu. Mereka harus terus memperhatikan pergerakan harga
saham dan nilai portofolio agar tidak terkena margin call. Sebaliknya, investor
jangka panjang biasanya bisa lebih tenang menghadapi volatilitas karena
memiliki keyakinan terhadap prospek perusahaan dalam jangka panjang.
Prinsip Dasar: Investasi Bukan
Spekulasi
Menggunakan margin dalam
investasi saham pada dasarnya adalah bentuk spekulasi. Kita berharap harga
saham naik dalam waktu singkat agar bisa memperoleh keuntungan besar. Ini
bertolak belakang dengan prinsip dasar investasi, yaitu membeli aset yang
nilainya akan meningkat seiring waktu karena didukung oleh kinerja bisnis yang
kuat.
Investor legendaris seperti
Warren Buffett selalu menekankan pentingnya berinvestasi dengan uang sendiri
dan menghindari utang. Dalam salah satu wawancaranya, Buffett mengatakan bahwa
banyak orang pintar bangkrut bukan karena mereka tidak tahu cara investasi,
tetapi karena mereka menggunakan utang (leverage).
Berinvestasilah Sesuai
Kemampuan
Alih-alih tergiur dengan margin,
sebaiknya investor berinvestasi sesuai kemampuan finansial mereka. Gunakan dana
yang memang tidak digunakan untuk kebutuhan jangka pendek, dan miliki dana
darurat yang cukup sebelum masuk ke pasar saham. Pahami profil risiko pribadi,
dan jangan pernah merasa harus mengejar keuntungan besar dalam waktu singkat.
Diversifikasi juga menjadi
strategi penting. Dengan menyebar investasi ke berbagai sektor atau saham,
risiko bisa diminimalkan tanpa harus mengandalkan margin.
Baca Juga: Permasalahan dalam Berinvestasi Saham Dividen
Kesimpulan
Meskipun margin memberikan
peluang untuk menggandakan keuntungan, risikonya yang sangat besar sering kali
tidak sebanding dengan potensi imbal hasilnya. Investor yang bijak sebaiknya
menghindari penggunaan margin dalam investasi saham, terutama jika belum
memiliki pengalaman yang cukup atau belum memahami sepenuhnya dinamika pasar.
Lebih baik bertumbuh secara perlahan tapi pasti, dibanding mencoba melompat terlalu jauh dan jatuh. Investasi saham yang sehat dan berkelanjutan adalah investasi yang dilakukan dengan dana sendiri, penuh pertimbangan, dan tidak didorong oleh nafsu untuk cepat kaya.
Komentar
Posting Komentar