Langsung ke konten utama

Permasalahan dalam Berinvestasi Saham Dividen

Investasi saham dividen sering dianggap sebagai strategi yang aman dan menarik, terutama bagi investor yang menginginkan aliran pendapatan pasif. Saham dividen adalah saham yang memberikan pembagian laba perusahaan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen tunai secara periodik, biasanya kuartalan atau tahunan. Strategi ini sering digunakan oleh investor yang mencari kestabilan dan penghasilan tambahan, seperti pensiunan atau mereka yang ingin membangun portofolio yang konservatif.

Namun, meskipun terlihat menarik, investasi saham dividen bukan tanpa risiko dan tantangan. Di balik potensi pendapatan pasif yang stabil, terdapat berbagai permasalahan yang perlu diperhatikan agar investor tidak terjebak dalam ilusi "investasi aman". Artikel ini akan mengulas secara mendalam berbagai permasalahan dalam berinvestasi saham dividen, mulai dari tantangan pasar, risiko perusahaan, hingga kesalahan umum investor.

Investasi Dividen

1. Dividen Bukan Jaminan Keuntungan

Salah satu kesalahpahaman terbesar dalam investasi saham dividen adalah anggapan bahwa perusahaan yang rutin membagikan dividen pasti menguntungkan. Kenyataannya, pembagian dividen bukanlah jaminan atas kinerja perusahaan yang sehat. Beberapa perusahaan tetap membagikan dividen meskipun laba sedang menurun atau bahkan dalam kondisi rugi, demi menjaga citra atau menarik investor.

Pembayaran dividen yang tidak sejalan dengan kondisi keuangan perusahaan dapat berdampak negatif jangka panjang, seperti menurunnya investasi pada pengembangan usaha atau meningkatnya utang perusahaan. Investor yang hanya fokus pada dividen tanpa melihat fundamental perusahaan bisa saja mengalami kerugian ketika harga saham menurun drastis akibat kinerja buruk.

Baca Juga: 5 Mitos Investasi Saham yang Perlu Kamu Hiraukan

2. Risiko Penurunan atau Penghentian Dividen

Dividen bukanlah hak mutlak; perusahaan dapat mengurangi bahkan menghentikan pembayarannya kapan saja jika kondisi keuangan memburuk. Hal ini umum terjadi pada masa krisis ekonomi atau ketika perusahaan membutuhkan dana lebih besar untuk operasional atau ekspansi.

Contoh nyatanya adalah selama pandemi COVID-19, banyak perusahaan besar menghentikan atau mengurangi pembayaran dividen demi menjaga likuiditas. Bagi investor yang mengandalkan dividen sebagai penghasilan tetap, kondisi ini bisa menjadi pukulan berat, apalagi jika terjadi secara tiba-tiba.

3. Tingkat Dividen Tinggi Bisa Menyesatkan

Banyak investor tergoda untuk membeli saham dengan dividend yield (tingkat hasil dividen) tinggi, namun ini bisa menjadi jebakan. Dividend yield yang tinggi bisa jadi hasil dari penurunan harga saham yang signifikan, yang mencerminkan adanya masalah dalam perusahaan tersebut.

Misalnya, jika harga saham turun drastis karena isu keuangan, dividend yield secara matematis akan terlihat tinggi, padahal kemampuan perusahaan untuk membayar dividen di masa depan sangat diragukan. Investor yang hanya melihat angka tanpa menganalisis penyebabnya bisa saja terjebak membeli "dividend trap".

4. Keterbatasan Potensi Pertumbuhan Saham

Perusahaan yang rutin membagikan dividen umumnya adalah perusahaan yang sudah mapan dan memiliki pertumbuhan yang lebih lambat. Mereka tidak lagi memerlukan seluruh laba untuk ekspansi sehingga bisa membagikannya kepada pemegang saham.

Namun, bagi investor yang mengincar pertumbuhan modal (capital gain), saham dividen bisa jadi bukan pilihan terbaik. Saham-saham dengan potensi pertumbuhan tinggi biasanya tidak membagikan dividen dan lebih memilih menanamkan kembali laba untuk ekspansi. Ini berarti ada trade-off antara pendapatan pasif dan potensi pertumbuhan nilai investasi.

5. Implikasi Pajak

Dividen merupakan objek pajak di banyak negara, termasuk Indonesia. Investor harus memahami bahwa dividen yang diterima akan dipotong pajak, baik dari perusahaan dalam negeri maupun luar negeri. Di Indonesia, dividen dari perusahaan publik dipotong pajak final sebesar 10% (per 2023), namun jika investor memiliki penghasilan tertentu atau berasal dari luar negeri, ketentuan pajak bisa berbeda.

Selain itu, bagi investor internasional yang membeli saham luar negeri, pajak dividen bisa menjadi lebih kompleks karena adanya potongan pajak dari negara asal saham serta kemungkinan pajak ganda jika tidak ada perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B).

6. Ketergantungan pada Sektor Tertentu

Banyak saham dividen berasal dari sektor-sektor tertentu seperti utilitas, perbankan, consumer goods, dan energi. Ketergantungan terhadap sektor-sektor ini bisa menyebabkan portofolio yang tidak terdiversifikasi dengan baik. Jika sektor tersebut mengalami tekanan, maka seluruh portofolio bisa terdampak secara signifikan.

Sebagai contoh, jika investor memiliki banyak saham dividen dari sektor energi, ketika harga minyak turun drastis, perusahaan energi cenderung menurunkan dividen atau mengalami kerugian yang berdampak pada harga saham.

7. Kurangnya Likuiditas pada Beberapa Saham Dividen

Beberapa saham dividen, terutama yang tidak termasuk dalam indeks utama, memiliki volume perdagangan yang rendah. Ini bisa menyulitkan investor untuk membeli atau menjual saham dalam jumlah besar tanpa memengaruhi harga pasar secara signifikan. Kurangnya likuiditas juga bisa menyebabkan volatilitas yang tinggi dan memperbesar risiko dalam jangka pendek.

8. Psikologi dan Perilaku Investor

Tak jarang investor terlalu fokus pada dividen dan menjadi enggan menjual saham yang kinerjanya buruk hanya karena saham tersebut rutin membagikan dividen. Ini adalah bentuk dari "dividend bias", yaitu kondisi psikologis di mana investor terlalu terikat pada pendapatan dividen dan mengabaikan performa keseluruhan saham.

Sikap ini bisa merugikan dalam jangka panjang jika saham tersebut terus menurun nilainya atau perusahaan menghadapi masalah struktural. Investor perlu bersikap objektif dan memperlakukan saham dividen sama seperti investasi lainnya: selalu dievaluasi berdasarkan performa dan prospeknya.

9. Inflasi Menggerus Nilai Dividen

Dividen yang diterima setiap tahun mungkin terlihat stabil secara nominal, tetapi jika inflasi meningkat, nilai riil dari dividen tersebut bisa menurun. Misalnya, dividen Rp10.000 per saham akan memiliki daya beli lebih rendah di tahun depan jika inflasi tinggi.

Investor yang bergantung pada dividen tetap tanpa memperhitungkan inflasi bisa mengalami penurunan daya beli dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, penting untuk mempertimbangkan pertumbuhan dividen (dividend growth) selain jumlah nominalnya.

Baca Juga: Memahami Margin of Safety dalam Investasi Saham

Kesimpulan

Berinvestasi di saham dividen memang menawarkan sejumlah keunggulan, seperti aliran pendapatan pasif dan stabilitas dari perusahaan yang sudah mapan. Namun, banyak permasalahan yang seringkali tidak disadari oleh investor, mulai dari risiko pemotongan dividen, jebakan yield tinggi, keterbatasan pertumbuhan, hingga implikasi pajak dan inflasi.

Strategi investasi saham dividen membutuhkan pendekatan yang bijak dan berbasis analisis. Investor perlu memahami bahwa tidak semua saham dividen cocok untuk semua tujuan investasi. Evaluasi fundamental perusahaan, diversifikasi portofolio, serta kesadaran akan risiko-risiko tersembunyi merupakan kunci untuk meraih hasil optimal dari investasi ini.

Dengan memahami tantangan dan permasalahan yang ada, investor dapat lebih siap dalam mengambil keputusan dan memaksimalkan potensi dari strategi saham dividen dalam jangka panjang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bila Kamu Berinvestasi Rp 10 Juta di Saham Bank BCA (BBCA) 10 Tahun yang Lalu

Investasi saham telah menjadi salah satu cara populer untuk membangun kekayaan jangka panjang. Salah satu saham yang kerap menjadi pilihan investor di Indonesia adalah saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA). Bank BCA dikenal sebagai bank terbesar di Indonesia berdasarkan kapitalisasi pasar, dengan performa saham yang luar biasa dalam jangka panjang. Lantas, bagaimana jika kamu telah berinvestasi sebesar Rp 10 juta di saham BBCA sepuluh tahun yang lalu? Artikel ini akan membahas perjalanan harga saham BBCA selama satu dekade terakhir dan bagaimana nilai investasi tersebut berkembang.

Bagaimana Inflasi Mengikis Keuangan Kita

Inflasi adalah fenomena ekonomi yang tak asing lagi bagi kita. Dalam istilah sederhana, inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa secara umum dalam suatu periode waktu tertentu. Meski terlihat sederhana, dampaknya terhadap keuangan pribadi bisa sangat signifikan. Artikel ini akan membahas bagaimana inflasi mengikis daya beli kita, memengaruhi tabungan, dan langkah-langkah untuk melindungi diri dari dampaknya.

Solusi Sinergi Digital (WIFI) Bertumbuh Bagus dan Undervalue (Laporan Q3 2024)

PT Solusi Sinergi Digital Tbk, atau yang lebih dikenal dengan kode saham WIFI, telah menjadi sorotan di pasar modal Indonesia. Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang digital dan teknologi, WIFI menunjukkan pertumbuhan yang signifikan dalam beberapa aspek fundamental. Artikel ini membahas profil perusahaan, kinerja keuangan, valuasi saham, potensi pertumbuhan, serta risiko yang harus diperhatikan.