Berinvestasi di saham dividen
sering dianggap sebagai pilihan yang relatif aman dan menguntungkan, terutama
bagi investor yang mencari pendapatan pasif. Saham dividen adalah saham
perusahaan yang secara rutin membagikan sebagian keuntungan kepada pemegang
saham dalam bentuk dividen tunai atau saham tambahan. Saham-saham seperti ini
banyak diminati karena menawarkan potensi pendapatan reguler, yang sangat
menarik terutama di tengah volatilitas pasar. Namun, seperti semua instrumen
investasi, saham dividen juga memiliki risikonya sendiri. Artikel ini akan
mengulas secara mendalam berbagai risiko yang perlu diperhatikan sebelum
memutuskan berinvestasi di saham dividen.
1. Risiko Pemotongan atau Penghentian Dividen
Salah satu risiko paling nyata
dalam berinvestasi di saham dividen adalah kemungkinan perusahaan memotong atau
menghentikan pembayaran dividen. Meskipun perusahaan-perusahaan yang konsisten
membagikan dividen cenderung stabil dan mapan, kondisi pasar atau keuangan
internal perusahaan dapat berubah sewaktu-waktu.
Contohnya, selama krisis ekonomi
atau pandemi seperti COVID-19, banyak perusahaan besar terpaksa memangkas atau
menghentikan pembayaran dividen untuk menjaga arus kas dan keberlangsungan
bisnis. Jika investor terlalu bergantung pada pendapatan dari dividen, hal ini
bisa menjadi pukulan besar.
Baca Juga: Kekuatan Compound Interest dalam Investasi Saham
2. Risiko Harga Saham Turun
Meskipun saham dividen dikenal
dengan kestabilannya, bukan berarti harga sahamnya tidak bisa turun. Penurunan
kinerja perusahaan, perubahan kebijakan pemerintah, fluktuasi harga komoditas,
atau kondisi pasar global dapat menyebabkan harga saham turun.
Kadang-kadang, investor terlalu
fokus pada imbal hasil dividen (dividend yield) yang tinggi tanpa
mempertimbangkan bahwa yield tinggi bisa disebabkan oleh turunnya harga saham
yang justru menjadi sinyal bahaya bahwa perusahaan sedang menghadapi masalah.
Sebagai contoh: jika saham
perusahaan turun dari Rp10.000 menjadi Rp5.000, dan perusahaan masih membayar
dividen Rp500 per saham, maka dividend yield naik dari 5% menjadi 10%. Sekilas
menarik, tapi bisa jadi perusahaan sedang menuju masa sulit.
3. Risiko Tidak Tumbuhnya
Modal (Capital Gain yang Terbatas)
Saham dividen biasanya berasal
dari perusahaan yang sudah mapan dan tidak dalam fase pertumbuhan agresif.
Akibatnya, potensi kenaikan harga saham (capital gain) dari saham dividen
sering kali lebih rendah dibandingkan dengan saham-saham pertumbuhan (growth
stocks) yang menginvestasikan kembali keuntungannya untuk ekspansi bisnis.
Investor yang hanya fokus pada
dividen mungkin akan kehilangan peluang pertumbuhan yang lebih tinggi di saham
lain. Dalam jangka panjang, capital gain memainkan peran besar dalam akumulasi
kekayaan.
4. Risiko Inflasi
Inflasi adalah musuh alami dari
pendapatan tetap, termasuk dividen. Jika inflasi meningkat sementara dividen
yang dibagikan tetap, maka daya beli dari pendapatan tersebut menurun.
Misalnya, jika seseorang menerima
dividen Rp10 juta per tahun, tapi inflasi tahunan mencapai 6%, maka nilai riil
dari pendapatan tersebut menurun. Apalagi jika perusahaan tidak meningkatkan
dividen secara berkala, maka nilai investasi justru akan tergerus oleh inflasi
dari waktu ke waktu.
5. Risiko Konsentrasi Industri
Banyak investor cenderung
berinvestasi di sektor-sektor yang memang terkenal royal dalam membagikan
dividen, seperti sektor perbankan, utilitas, telekomunikasi, dan properti. Ini
bisa menyebabkan portofolio investor terlalu terkonsentrasi pada industri tertentu.
Jika terjadi guncangan pada
sektor tersebut misalnya krisis finansial yang menghantam sektor perbankan atau
regulasi baru yang merugikan sektor energi maka nilai portofolio bisa turun
drastis meski diversifikasi antar emiten telah dilakukan.
6. Risiko Pajak
Di banyak negara, termasuk
Indonesia, dividen dikenakan pajak. Ini berarti pendapatan dari dividen bisa
lebih rendah dari yang diharapkan setelah dipotong pajak. Jika investor tidak
memperhitungkan hal ini dalam proyeksi keuangan mereka, bisa terjadi kekeliruan
dalam menentukan potensi keuntungan.
Misalnya, di Indonesia saat ini
dividen dikenakan pajak final sebesar 10%. Jadi, jika seseorang menerima
dividen Rp10 juta, maka yang diterima bersih adalah Rp9 juta. Ini penting untuk
dihitung terutama bagi mereka yang menjadikan dividen sebagai sumber utama
pendapatan pasif.
7. Risiko Valuasi Berlebihan
Kadang kala, saham dividen yang
sangat populer menjadi terlalu mahal karena banyak investor yang mencari
pendapatan stabil. Hal ini dapat membuat valuasi saham menjadi terlalu tinggi
dibandingkan dengan nilai fundamentalnya. Jika valuasi terlalu mahal, maka
potensi kerugian saat koreksi harga bisa sangat besar.
Investor yang membeli saham
dengan dividend yield rendah tapi valuasi mahal mungkin akan kecewa dengan
hasil investasinya jika harga saham mengalami penyesuaian ke nilai wajarnya.
8. Risiko Likuiditas
Saham dividen dari perusahaan
kecil atau tidak terlalu terkenal bisa memiliki likuiditas yang rendah di
pasar. Artinya, jika investor ingin menjual sahamnya, bisa jadi akan kesulitan
mendapatkan pembeli atau harus menjual dengan harga yang lebih rendah.
Hal ini sering terjadi pada saham
dividen dari emiten yang tidak masuk indeks utama seperti LQ45 atau IDX30 di
Bursa Efek Indonesia. Saham-saham ini meskipun membagikan dividen, namun
pergerakannya lambat dan kurang diminati investor besar.
9. Risiko Manajemen Perusahaan
Perusahaan yang sebelumnya
konsisten membagikan dividen bisa saja mengalami perubahan manajemen atau
strategi bisnis yang berdampak pada kebijakan dividen. Manajemen baru bisa
memutuskan untuk mengalihkan fokus pada ekspansi dan menahan dividen untuk mendanai
pertumbuhan bisnis.
Jika hal ini tidak
dikomunikasikan dengan baik, investor yang mengandalkan dividen bisa merasa
kecewa dan memutuskan menjual saham, yang dapat menyebabkan volatilitas harga.
Baca Juga: Mengapa Anda Tidak Perlu Peduli Terhadap Makro Ekonomi Dalam Investasi Saham
Kesimpulan
Berinvestasi di saham dividen
memang memiliki banyak keuntungan, terutama bagi investor yang mencari
pendapatan pasif secara konsisten. Namun, penting untuk diingat bahwa tidak ada
investasi yang benar-benar bebas risiko, termasuk saham dividen. Risiko-risiko
seperti pemotongan dividen, penurunan harga saham, inflasi, hingga risiko pajak
dan manajemen perusahaan harus selalu dipertimbangkan.
Investor bijak tidak hanya
melihat seberapa besar dividen yang diterima, tetapi juga memperhatikan
stabilitas perusahaan, prospek jangka panjang, serta melakukan diversifikasi
untuk mengurangi risiko secara keseluruhan. Saham dividen bisa menjadi komponen
penting dalam portofolio investasi, namun sebaiknya tidak menjadi satu-satunya
pilihan. Keseimbangan antara saham dividen, saham pertumbuhan, dan aset lainnya
adalah kunci dalam membangun portofolio yang tahan terhadap berbagai kondisi
pasar.
Komentar
Posting Komentar